Minggu, 07 Maret 2010

Pemanis

Pada kasus penderita kencing manis (Diabetes Melitus), penderita disarankan mengurangi konsumsi gula (diet). Untuk keperluan diet tersebut digunakan bahan pemanis pengganti gula, yaitu bahan yang memberikan rasa manis seperti gula tetapi rendah kalori. Bahan-bahan pengganti gula yang banyak beredar di pasaran antara lain sakorit, aqual, dan nutrasweet.

Zat pemanis yang dimaksud dalam hal ini adalah zat yang memberikan rasa manis pada makanan atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Dengan demikian meskipun sejumlah senyawa yang termasuk dalam golongan karbohidrat (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain-lain) dapat digunakan untuk menambah rasa manis makanan dan juga menghasilkan kalori, tidak tercakup dalam pembahasan ini. Beberapa contoh zat pemanis yang tidak termasuk golongan karbohidrat adalah aspartame, siklamat, dan sakarin.

1. Aspartam

Aspartam ditemukan secara tidak sengaja oleh James Schlatter tahun 1965. Aspartam merupakan suatu dipeptida sehingga cepat sekali dicerna setelah dikonsumsi. Aspartam mudah terhidrolisis karena memiliki sifat peptida, sehingga dapat berinteraksi dengan senyawa lain, dapat didegradasi oleh mikroorganisme, dan sensitif terhadap pemanasan tinggi. Sifat-sifat itulah yang mengakibatkan aspartam mudah mengalami perubahan dalam lingkungan berair, misalnya hilangnya rasa manis akibat hidrolisis dan pemanasan.
Aspartam memiliki tingkat kemanisan sekitar 200 kali kemanisan sukrosa (1 gram aspartam dapat menggantikan 200 gram gula). Disamping itu, nilai kalori yang dikandungnya hanya sekitar sepersepuluh kandungan kalori gula. Oleh karena itu aspartam banyak digunakan untuk pemanis produk minuman ringan (soft drink) , khususnya untuk program diet. Bahan ini aman untuk penderita diabetes.
Namun belakangan muncul kontroversi penggunaan aspartam sebagai pemanis. Dari beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa pemakaian aspartam berdampak negatif terhadap kesehatan pemakainya. Pada tahun 1974 Dr. John Olney dari Universitas Washington menegaskan bahwa aspartam dapat menyebabkan lesu otak. Komite Pedriatik Akademi Amerika tentang Zat-zat lingkungan dan Genetika Berbahaya (The American Academy of Pedriatics Committe on Genetics and Environmental Hazard) juga mempublikasikan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya dampak buruk akibat menonsumsi aspartam. Namun demikian, FDA tetap mengizinkan penggunaan aspartam sebagai pemanis minuman ringan. Menurut FDA alasan penelitian-penelitian di atas kurang ditunjang oleh bukti-bukti yang cukup. Lembaga Pusat Pengendalian Penyakit (Centre for Disease Control) mengakui bahwa memang ada efek samping atas penggunaan aspartam, tetapi efek samping tersebut lebih disebabkan oleh kepekaan individu terhadap produk yang mengandung aspartam.
Di Indonesia penggunaan aspartam secara resmi mulai berlaku sejak tahun 1988, yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/XI/88. hanya saja, di dalam peraturan tersebut tidak dijelaskan tentang dosis yang dianjurkan dan juga tidak ditegaskan produk apa saja yang boleh menggunakan aspartam. Mengingat ketidakpastian pendapat dan pandangan, seyogyanya masyarakat lebih berhati-hati dalam penggunaannya.

2. Siklamat

Garam natrium dan kalium siklamat banyak digunakan sebagai pemanis sebelum dikeluarkannya larangan mengenai pemakaian kedua garam tersebut sebagai aditif makanan pada tahun 1969. timbulnya larangan tersebut karena adanya dugaan bahwa garam-garam tersebut bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Munculnya dugaan tadi dilandasi fakta bahwa hasil metabolisme (hidrolisis) garam siklamat berupa senyawa karsinogen. Pembuangan sikloheksilamina melalui urine dapat merangsang tumbuhnya tumor kandung kemih pada tikus.
Walaupun demikian, uji ulang siklamat yang dilakukan terhadap beberapa galur tikus dan hamster ternyata menunjukkan hasil yang negatif terhadap sifat merangsang terjadinya tumor kandung kemih.

3. Sakarin

Sakarin yang dikenal sebagai zat pemanis makanan adalah garam natrium atau kalsium sakarin. Jumlah yang ditambahkan ke dalam makanan tergantung pada intensitas kemanisan yang diinginkan. Hal yang perlu diketahui bahwa penggunaan sakarin yang berlebihan justru akan memberikan rasa pahit. Untuk menghindari timbulnya rasa pahit tersebut biasanya sakarin digunakan bersama-sama dengan siklamat.
Sakarin memiliki tingkat kemanisan 400 kali lebih besar daripada kemanisan larutan gula 10%. Dipasaran pemanis sakarin dipasarkan dengan berbagai nama, antara lain Clucide, Garantose, Sakarin, Saccharinose, Saccharol, Saxin, Sykose, atau Kermeseta.
Dari hasil penelitian dio Kanada, didapat bahwa penggunaan 5% sakarin dalam makanan tikus dapat merangsang terjadinya tumor di kandung kemih. Dengan alasan tersebut telah diusahakan larangan penggunaan sakarin dalam diet food and beverages.